dikutip dari sebuah blog.
Menjelajahi Tongging ibarat mengunjungi sebuah negeri impian. Ya.., demikianlah adanya yang tertangkap mata jika memasuki desa kecil yang terletak di sebelah utara Danau Toba ini. Tongging, selain dikaruniai tanah yang subur, juga dianugerahi panorama alam nan mempesona.
Jika Anda bukan warga Desa Tongging, maka Anda tak boleh sembarangan memasuki kawasan Tongging dan sekitarnya. Terlebih dulu Anda harus membayar tarif masuk yang telah disesuaikan. Alasannya, selain sebagai tempat pemukiman penduduk, Tongging juga merupakan salah satu objek wisata andalan Kabupaten Karo. Desa Tongging telah disejajarkan dengan objek wisata Air Terjun Sipiso-piso, yang letaknya tak berjauhan tapi masih terletak dalam satu kawasan yang berada di Kecamatan Merek itu.
Wajar, panorama alam di kawasan Tongging memang berbeda dengan daerah lain di Kabupaten Karo atau bahkan di kabupaten lainnya. Yang membuat desa dengan penghuni 400 kepala keluarga ini menarik, sebenarnya terletak pada pada lokasinya yang strategis. Berada di tepi Danau Toba, dengan jejeran perbukitan sehingga menarik minat orang yang pernah mengunjunginya untuk menetap di sana.
Konon, Tongging tak kalah menariknya dengan Tomok atau Penisula Tuktuk Siadong di Kabupaten Samosir. Itulah Danau Toba, keindahan dan kekayaan yang menjadi potensi di dalamnya bukan hanya dapat dinikmati penduduk Samosir, Simalungun, Humbahas atau pun Tobasa saja. Akan tetapi, kawasan yang dikenal secara geografis merupakan kawasan dataran tinggi Karo sekalipun, dapat mereguk untung dari danau terbesar di Asia itu.
Hanya saja, terdapat perbedaan antara Tongging dengan objek wisata lainnya yang membuat Tongging masih belum menggeliat seperti apa yang pernah dialami Tomok atau Tuktuk. Di antaranya adalah selain minimnya akses transportasi (terbatas hanya melalui jalan darat lintas Karo-Merek-Tongging), juga dkarenakan minimnya objek sejarah dan budaya yang dapat menjadi pendukung nilai wisata serta daya tarik tersendiri. Meskipun adanya, peninggalan sejarah Raja-raja Silalahi misalnya, akses menuju ke lokasi masih tergolong sulit dan peninggalan itu kurang dikelola.
Sayangnya, meski sudah ditetapkan menjadi kawasan wisata, hingga kini arus transportasi menuju Tongging hanya dapat ditempuh melalui jalan darat saja. Tongging dapat dicapai setelah menempuh perjalanan dari simpang tiga (sebelah kiri) Kecamatan Merek lalu kemudian tiba di Sipiso-piso hingga akhirnya menuruni jalanan beraspal menuruni perbukitan Gunung Sipiso-piso yang curam.
Tapi, meski demikian perjalanan dari sini merupakan nilai tersendiri karena pemandangan alam yang indah akan mewarnai perjalanan. Dari kejauhan ini Tongging akan terlihat seperti negeri yang terisolasi dari daerah lainnya. Ia tenang dan sepertinya jauh dari hiruk pikuk kebisingan serta carut-marut keramaian.
Akses menuju Tongging sebenarnya akan lebih mudah dicapai jika seandainya tersedia kapal-kapal penumpang yang mengangkut wisatawan dari Parapat, Samosir atau daerah lainya yang bertepian dengan kawasan indah Danau Toba. Maka sejak tiga tahun terakhir, Dinas Perhubungan telah mendirikan pelabuhan Tongging yang nantinya difungsikan untuk merangsang munculnya pengusaha-pengusaha swata yang ingin bergerak di bidang transportasi danau itu.
Silalahi, salah satu warga Desa Tongging mengatakan, bukan hanya akses transportasi yang membuat Tongging masih belum mampu menunjukkan taringnya hingga kini. Masalahnya, hingga kini belum ada sarana hiburan dan lokasi penginapan yang strategis. “Sebuah objek wisata seharusnya dilengkapi dengan fasilitas yang juga memadai,” katanya.
Tapi lagi-lagi hal itu belum tercapai. Tentu saja pencapaian semacam itu membutuhkan terobosan besar dengan modal besar, yang hingga kini masih belum menunjukkan tanda-tanda. Penginapan yang ada di Tongging masih bertaraf biasa saja, sedang fasilitas lainnya seperti cafe dan restoran, ataupun fasilitas hiburan lainnya masih minim sekali.
Padahal, keindahan Tongging tak kalah menarik jika seadandainya di tepi-tepi pinggiran danau sekitar desa dilengkapi sarana hiburan, penginapan juga dilengkapi dengan lampu-lampu semarak menambahi indahnya panoramanya sehingga menarik minta para wisatawan untuk datang berkunjung, tambah Silalahi.
Meski pelabuhan sudah berdiri, tetapi nampaknya langkah itu pun belum menunjukkan efek yang signifikan. Pasalnya, hingga kini belum ada juga pihak swasta yang memulai dan memanfaatkannya. “Untuk saat ini mungkin belum bisa menggeliat, tapi 10 tahun ke depan saya yakin,” ujar Boru Sinurat, salah satu pedagang di penggiran danau, berkomentar soal rencana pemerintah untuk merelokasi kawasan pinggiran danau untuk menjadi sarana khusus pariwisata.
Diperkirakan, ke depan seluruh kawasan pinggiran Tongging akan direnovasi dengan memfokuskan areanya menjadi kawasan wisata. Sedang penduduk yang sempat bermukim di sekitar lokasi akan digeser. Meski kedengaran mustahil, tapi setidaknya rencana itu disetujui oleh sebagian masyarakat.
“Saya yakin, jika pemerintah memang serius, masyarakat pasti setuju pindah. Selain itu, asalkan nantinya pemerintah juga memberikan ganti rugi penggeseran areal yang sesuai,” ujar Silalahi. “Kenapa tidak, yang untung kan pasti masyarakat Tongging,”
Keunikan lain Tongging ialah dikarenakan ia berada tepat di tengah-tengah daerah yang didiami tiga suku, yakni Batak Toba, Pakpak maupun Karo yang bercampur baur menjadi satu. Maka tak heran jika penduduk Tongging sudah lazim menguasai tiga bahasa sekaligus dan mampu menggunakannya dalam komunikasi sehari-hari.
Perpaduan ketiga budaya yang berbeda dan dapat hidup secara akrab ini juga dapat terlihat dari berbaurnya bahasa yang digunakan sehari-hari. Lazimnya penduduk setempat berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata yang dikutip dari ketiga kultur yang berbeda itu.
Kehidupan di Tongging secara umum hingga kini dapat bertahan dikarenakan potensinya yang mencukupi atau bahkan melimpah. Bayangkan, keramba-keramba ikan emas, nila atau mujahir milik penduduk mampu mencukupi kebutuhan ikan di sekitar daerah Karo, Dairi dan sekitarnya. Meski Desa tetangganya (Haranggaol, Kabupaten Simalungun) juga dikenal sebagai produsen ikan sejenis. Belum lagi penghasilan dari pertanian seperti sayur-sayuran berupa cabai, tomat, bawang dan aneka sayuran lainnya, yang menjadi mata pencaharian utama penduduk.
Sekali dalam seminggu, tepatnya pada Jumat, berlangsung pekan besar. Biasanya, Desa Tongging akan ramai bertransaksi dagang. Penduduk-penduduk tetangga sebelah juga akan datang, seperti dari Desa Sibolangit, Soping dan Bage misalnya, yang datang dengan menaiki kapal kecil milik sendiri.
Tongging terus bergerak maju sering waktu berjalan. Demikian juga penghuninya yang semakin betah mendiaminya. “Ya, Tongging memang tempat tinggal yang nyaman. Saya suka tinggal di sini,” ujar Boru Sinurat tersenyum.